Lepra atau kusta adalah suatu infeksi kronis yang
terutama merusak jaringan-jaringan saraf. Pembangkitnya Mycobacterium leprae ditemukan oleh dokter Norwegia Hansen (1873),
memiliki sifat-sifat yang mirip dengan basil TBC, yaitu sangat ulet karena
mengandung banyak lemak dan lilin yang sukar ditembusi obat, juga
pertumbuhannya lambat sekali setelah waktu inkubasi yang lama, lebih kurang satu
tahun.
Di
Indonesia terdapat kurang lebih 100.000 pasien lepra yang diobati di sejumlah
rumah sakit khusus (Leproseri) yang diawasi oleh Lembaga Kusta Departemen
Kesehatan.
Pencegahan
Tes Lepromin adalah suatu injeksi intrakutan dari suspensi
jaringan lepra dan digunakan untuk menetapkan apakah seseorang memiliki daya tangkis cukup
terhadap lepra bentuk – L. Hasil tes negatif berarti orang tersebut sangat peka
untuk infeksi dengan bentuk tersebut.
Pada
tahun 1965 telah dibuktikan di Uganda, bahwa vaksinasi BCG memberikan
perlindungan yang lumayan terhadap
infeksi dengan bentuk – L.
Pengobatan
Sejak
dahulu kala obat satu-satunya terhadap lepra adalah minyak kaulmogra,
yang efektif untuk meredakan gejala-gejalanya tanpa menyembuhkan penyakit.
Pada
tahun 1950 ditemukan dapson yang mampu menghentikan pertumbuhan basil lepra,
yang kemudian lama-kelamaan akan dimusnahkan oleh sistem tangkis tubuh sendiri.
Kemudian ditemukan leprostatika lain antara lain thiambutosin, klofazimin dan
rifampisin.
WHO
menganjurkan sebagai terapi pilihan pertama suatu kombinasi dari dapson dengan
rifampisin atau klofazimin selama sekurang-kurangnya 6 bulan. Kemudian disusul
dengan monoterapi dapson selama 5 – 7 tahun pada bentuk tuberkuloid, dan seumur
hidup pada bentuk – L dan borderline.
Efek samping
Yang
terpenting adalah reaksi lepra yaitu suatu reaksi alergi yang
diakibatkan oleh basil mati yang berjumlah besar di dalam jaringan-jaringan.
Gejala-gejala berupa demam tinggi, radang dan nyeri sendi, rasa lelah dan habis
tenaga, khusus pada bentuk – L terjadi benjol-benjol merah kebiruan. Semula
diduga bahwa reaksi-reaksi ini merupakan efek samping khusus dari dapson,
tetapi kemudian ternyata dapat juga ditimbulkan oleh leprostatika lainnya
kecuali klofazimin.
Untuk
mengatasi gejala-gejala ini, obat lepra sering dikombinasi dengan asetosal atau
sedativa, atau jika lebih hebat bisa diberikan zat supresif (penekan) seperti
kortikosteroid. Obat lepra tidak boleh dihentikan atau dikurangi dosisnya
berhubungan meningkatnya bahaya resistensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar